Kamis, 20 November 2008

Krisis Berulang-Ulang: Ada Apa dengan Pasar Global?

Oleh: Hidayatullah Muttaqin, SE, MSI

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, perjudian, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. … “

(T.Q.S. al-Maidah ayat 90).


Pasar modal dunia tergoncang! Terhempas hanya dalam hitungan hari. Indeks Dow Jones anjlok begitu dalam sebesar 679 poin hanya satu hari (7,3%). Ini crash yang tertinggi dalam 21 tahun terakhir sejak black monday 1987. Crash Wall Street sangat ironi, sebab terjadi setelah paket bail out senilai US$ 700 milyar mendapatkan persetujuan Senat dan Kongres Amerika Serikat. Tidak hanya itu, “badai Wall Street” memaksa “tengkurap” bursa efek di Eropa, Asia, dan Australia. Bahkan Bursa Efek Indonesia (BEI) tutup tiga hari demi menyelamatkan IHSG dari kejatuhan yang lebih parah.

Goncangan pasar global (global market crash) pada tahun ini sudah dirasakan sejak Januari. Analis Standard & Poor’s (9/2), Howard Silverblatt menyatakan sangat sedikit tempat yang aman dalam berinvestasi di pasar modal pada bulan Januari 2008. Tercatat 50 dari 52 bursa saham global mengalami pertumbuhan negatif. Bahkan 25 di antaranya kehilangan dua digit. Laporan S&Ps menunjukkan kerugian para investor di bursa dunia dalam satu bulan mencapai US$ 5,2 trilyun. Suatu tingkat kerugian yang sangat fantastis, kurang lebih 53 kali penerimaan APBN-P 2008.

Selama Januari–Agustus 2008, sebagian bursa saham dunia anjlok sangat siknifikan. Indeks Dow Jones turun 10,04%, indeks Nikkei Jepang turun 13,98%, indeks Hang Seng Hongkong turun 20,59%, indeks Straits Times Singapura turun 18,48%. Penurunan paling besar dialami indeks Shanghai China 50,58% sedangkan IHSG BEI berada pada posisi 6 dengan tingkat keanjlokan mencapai 19,61%.

Perkembangan bursa saham dunia dalam satu tahun terakhir semakin parah seiring kebangkrutan bank investasi Amerika dan Eropa baru-baru ini akibat terlilit kebangkrutan subprime mortgage. Dalam periode 13/10/2007–14/10/2008 bursa utama dunia crash rata-rata di atas 30%. Bursa Wall Street kehilangan nilai lebih dari sepertiga. Indeks Nikkei Jepang loss hampir separonya sedangkan bursa saham Inggris juga kehilangan nilai lebih dari sepertiga. Kerugian paling parah dialami bursa saham China dengan tingkat loss sebesar 67,78%.

Bursa Efek Indonesia (BEI) termasuk yang mengalami kejatuhan terparah. Dalam satu tahun IHSG kehilangan nilai 41,02%. Sumbangan keanjlokan indeks yang paling besar terjadi pada tanggal 6 dan 7 Oktober 2008. Dalam dua hari IHSG anjlok 22,17% sehingga tinggal 1.451,66 poin jauh di bawah angka psikologis 2.000.

Pertanyaan paling mendasar dari peristiwa ini adalah; ada apa dengan pasar modal dunia?

Menciptakan Ekonomi Berbahaya: Bubble Economy

Bapak ekonomi Kapitalis Adam Smith membangun ajaran Kapitalisme dengan paradigma Laissez Faire. Menurut Adam Smith, setiap orang harus diberikan kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkannya tanpa campur tangan negara. Prinsip ini mendorong mekanisme dan transaksi ekonomi, termasuk hukum dan perundang-undangan tunduk pada prinsip kebebasan kepemilikan dengan nilai-nilai materialistis yang “hampa” agama (sekularisme). Dengan ini manusia terpancing meraup keuntungan sebesar-besarnya (profit oriented) tidak peduli bagaimana cara memperoleh dan apa dampaknya bagi orang lain dan lingkungan.

Kapitalisme berkembang. Sistem ekonomi berevolusi menjadi perekonomian yang didominasi sektor moneter. Sedangkan sistem moneter dibangun atas tiga pilar, yaitu fiat money, fractional reserve requirement, dan interest. Ketiganya menciptakan transaksi derivatif di sektor finansial, yakni transaksi berbasis portofolio. Inilah yang menciptakan bubble economy.

Bank-bank komersial dan bank-bank investasi memberikan utang kepada masyarakat dengan mempertaruhkan sektor riil. Utang yang dipinjamkan oleh bank kepada masyarakat bukanlah uang yang dimiliki bank, melainkan uang masyarakat yang dihimpun oleh perbankan. Permasalahannya, bank komersial dengan peraturan fractional reserve requirement dapat memberikan utang kepada siapa pun melebihi dana simpanan nasabah yang dihimpun oleh bank. Makanya tidak aneh, ketika terjadi rush perbankan mana pun di dunia pasti ambruk.

Dalam kasus subprime mortgage, kalangan perbankan di Amerika dan Eropa (khususnya Inggris) berani memberikan kredit perumahan (semacam KPR) kepada warga kelas bawah yang memiliki kemampuan finansial lemah. Mereka berkeyakinan, tidak masalah dengan ketidakmampuan orang-orang miskin membayar cicilan kreditnya. Jika kredit gagal bayar, rumah disita sedangkan cicilan hangus. Bagi bank, rumah tersebut dijual lagi kepada warga miskin lainnya sehingga kredit berjalan lagi dan pendapatan masuk kembali.

Untuk membiayai kredit subprime mortgage, bank menerbitkan portofolio dan dijual di pasar modal. Selanjutnya, portofolio utang tersebut diperdagangkan oleh para fund manager dengan melibatkan jutaan orang. Masing-masing di antara mereka melakukan perdagangan dengan tujuan mendapatkan capital gain.

Nilai perdagangan portofolio berbasis subprime mortgage di pasar modal AS pada tahun 2007 mencapai US$ 20 trilyun. Sedangkan nilai buku utang warga AS dalam kredit subprime mortgage mencapai US$ 1,3 trilyun (Maret 2007). Artinya perdagangan utang warga miskin AS di pasar modal nilainya “menggembung” lebih dari 15 kali lipat.

Ketika terjadi “bom” gagal bayar kredit subprime mortgage karena semakin tingginya tingkat inflasi di tengah masyarakat, bank menghadapi kredit macet. Akibatnya bank pemberi kredit subprime mortgage kesulitan likuiditas, kehilangan kemampuan membayar kewajiban atas portofolio yang diterbitkan di pasar modal. Kondisi ini menyebabkan hilangnya kepercayaan para pemain di lantai bursa. Sehingga mendorong mereka melepas portofolio subprime mortgage secara massive yang mengakibatkan nilai pasarnya jatuh.

Hingga awal tahun 2008 kerugian para pemegang portofolio ini mencapai US$ 2,4 trilyun. Bank pemberi kredit subprime mortgage pun berjatuhan. Pemberi pinjaman subprime mulai bangkrut atau diakuisisi oleh bank lain. Sedangkan bank investasi yang terlibat perdagangan portofolio subprime juga mengalami kebangkrutan dan menyebabkan nilai saham mereka seperti “sampah”.

Misalnya sejak bank investasi Lehman Brothers mengumumkan kerugian US$ 3,9 milyar (10/9/2008), nilai pasar sahamnya terpangkas 95%. Kerugian Lehman Brothers menyeret perusahaan asuransi terbesar AS American International Group (AIG) ke dalam kebangkrutan. Pasalnya, AIG menanamkan dana yang sangat besar pada Lehman Brothers. Kerugian dua raksasa finansial AS di samping raksasa finansial lainnya, menyebabkan hilangnya ekspektasi dan kepercayaan para pemain bursa. Penggembungan uang dan utang inilah yang mendorong jatuhnya bursa Wall Street dan merembet ke belahan dunia lainnya.

Krisis subprime mortgage mendorong spekulan memindahkan aksi ke bursa komoditas. Mereka menggembungkan harga-harga komoditas primer khususnya harga minyak mentah. Akibatnya, gejolak harga crude oil dunia melonjak drastis yang menyebabkan inflasi membumbung. Dalam World Oil Outlook 2008, OPEC menyebutkan spekulasi di lantai bursa komoditas merupakan faktor utama yang mengerek harga minyak mentah.

Menurut OPEC, pada tahun 2003 setiap perdagangan 1 physical barrel di NYMEX akan diikuti 6 paper barrels. Tahun ini penggembungan perdagangan portofolio minyak mentah meningkat 3 kali lipat. Setiap transaksi 1 physical barrel akan diikuti 18 paper barrels.

Pada tahun 2007 nilai bubble economy dari transaksi derivatif di pasar modal dunia meningkat 5 kali lipat dibandingkan tahun 2002 yang berjumlah US$ 100 trilyun. Transaksi derivatif tahun 2007 di lantai bursa mencapai US$ 516 trilyun. Angka ini setara dengan 43 kali lipat nilai transaksi ekspor impor dunia tahun 2006. Sedangkan PDB dunia pada tahun 2007 hanya mencapai US$ 54,311 trilyun. Ini artinya, transaksi derivatif pasar modal melebihi nilai out put riil dunia sebanyak 9,5 kali lipat.

Inilah beberapa contoh bagaimana bursa saham dalam perekonomian kapitalis menciptakan bubble economy. Perekonomian yang menggembung seolah-olah memberikan gambaran pertumbuhan tingkat kesejahteraan dan ukuran ekonomi meningkat sangat cepat. Suatu kondisi yang sangat berbahaya. Sebab angka yang lahir bukan dari transaksi barang dan jasa melainkan dari instrumen-instrumen efek, dan dari penggelembungan utang. Tidak mungkin seseorang dapat bertransaksi melebihi dari uang tunai atau kekayaan yang dimilikinya, kecuali transaksi itu hanya ada dalam perekonomian kapitalis.

Warren Buffet dan Analis pasar modal Paul B Farrel menyatakan bubble economy di lantai bursa dapat menjadi senjata pemusnah massa (weapon of mass destruction) yang sangat kejam, lebih berbahaya dari senjata nuklir dan perdagangan obat bius. Perputaran uang di lantai bursa merupakan racun perekonomian (economy toxid). Dalam sekejap dapat membunuh perekonomian suatu negara, memiskinkan puluhan dan ratusan juta manusia.

Bubble economy sudah lama memakan korban. Menurut IMF, dalam kurun waktu 30 tahun terakhir 17 negera industri mengalami 113 kali goncangan sektor finansial dan separonya menyebabkan resesi. Bagaimana dampaknya terhadap dunia? Jawabnya kita sudah rasakan saat ini.

Menciptakan Kegiatan Ekonomi Berbasis Judi

Banyak orang yang berpikir bermain saham di lantai bursa merupakan sebuah inovasi investasi. Hanya dengan duduk sambil “memelototi” layar komputer yang tersambung internet atau cukup dengan mengangkat telepon, seseorang dapat meraup untung besar dalam sekejap. Seberapa besar keuntungan tergantung seberapa besar modal yang digelontorkan dan kecerdikan melihat kondisi pasar. Inikah yang dinamakan investasi?

Mari kita cermati pandangan paraih nobel Muhammad Yunus. Dalam wawancara dengan Spiegel Online, Muhammad Yunus mengatakan ketamakan telah merusak sistem keuangan dunia. Ketamakan menjadi “bahan bakar” pasar finansial. Akibatnya sistem keuangan dunia telah menjadi kasino. Dengan kata lain, bursa saham merupakan bursa judi dalam bentuk yang sangat inovatif.

Dalam perkara judi, Allah SWT dengan keras memasukkan perbuatan judi sebagai kegiatan keji termasuk perbuatan setan. Firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (T.QS al-Maidah 90).

Said Hawa dalam karyanya al-Islam, menerangkan yang dimaksud judi adalah segala bentuk pemindahan hak kepemilikan secara tidak rasional, penyiaan waktu secara tidak rasional, dan pelumpuhan produktivitas secara tidak rasional pula. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa bermain dadu, maka sungguh berarti dia mencelupkan tangannya ke dalam (adonan) daging babi dan darahnya.” (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).

Syekh Muhammad Mutawali Sya’rawi dalam Tafsir Sya’rawi Jilid 4 menerangkan setiap orang yang bermain judi mau melakukan permainan ini dengan harapan akan menang. Tidak mungkin ia akan berjudi jika sudah tahu pasti kalah. Jadi ekspektasinya meraih untung sebesar-besarnya. Jika ia menang, maka kemenangan tersebut malah semakin mendorongnya untuk terus bermain judi. Jika ia kalah, permainan ingin terus dilanjutkan agar memperoleh kemenangan untuk mengembalikan uangnya yang lenyap. Mereka mungkin saja menjual segala bentuk kekayaannya untuk bermain judi.

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah Volume 1 menyebutkan ciri judi adalah mendapatkan keuntungan dengan cara yang gampang, tanpa lelah, untung-untungan (spekulasi), menyebabkan ketidakseimbangan, penipuan, berbahaya, dan menimbulkan benih permusuhan.

Segala transaksi di pasar modal bermuara pada arena zero sum game. Setiap keuntungan yang diperoleh mengakibatkan kerugian pada pihak lain. Dan keuntungan tersebut lahir dari transaksi yang sudah pasti spekulatif. Bahkan tidak jarang disertai penipuan dengan aksi goreng menggoreng, insider trading, dan juga short shelling. Aneka rupa portofolio pun dikembangkan, hutang diperdagangkan, sesuatu yang dalam Islam belum sah jadi miliknya pun diperjualbelikan, sampai-sampai sesuatu yang tidak jelas juga diperdagangkan.

Islam memperingatkan agar kaum Muslim memperoleh harta bukan dengan cara yang batil. “Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu makan harta kamu di antara kamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan dengan adanya saling kerelaan dari antara kamu.” (T.QS. an-Nisa’: 29). Kini kaum Muslim sudah banyak yang tidak mempedulikan lagi peringatan agama. Persis seperti yang dikatakan Rasulullah SAW: “Akan datang suatu masa di mana orang tak peduli akan apa yang diambilnya, apakah dari yang halal atau dari yang haram” (HR Bukhari). Dalam hadis lain Rasulullah bersabda: “Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (cara/metode) orang-orang yang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampai sekalipun mereka memasuki lubang biawak, kalian tetap mengikutinya.” Kami bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu orang Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam seruan Rasulullah, kaum Muslim tidak hanya diminta meninggalkan yang haram. Yang subhat pun Rasulullah memerintah kita untuk meninggalkannya. “Sebenarnya yang halal itu jelas dan yang haram jelas pula. Di antara yang halal dan haram itu ada yang syubhat (tidak jelas), banyak orang tak mengetahuinya. Siapa yang menghindar dari syubhat, dia telah memelihara agama dan kehormatannya. Siapa yang terkena syubhat, maka dia terkena yang haram…” (HR Muslim)

Transaksi saham dan portofolio lainnya di pasar modal, apalagi di pasar sekunder adalah transaksi spekulatif. Para pemainnya disebut spekulator. Para pemain dari kelas “teri” hingga “raksasa” senantiasa berupaya menumpuk uang di lantai bursa. Akibatnya perputaran uang di sektor riil seret. Padahal masyarakat membutuhkan modal untuk usaha, apalagi saat ini pendapatan masyarakat sangat rendah dengan lapangan kerja yang sangat sempit. Allah SWT melarang perputaran uang hanya terjadi pada kelompok orang-orang kaya saja (lihat QS. al-Hasyar: 7) dan mengecam keras para penimbun uang (lihat QS. al-Taubah: 34).

Sebelum kejatuhan Bursa Efek Indonesia, setiap hari transaksi portofolio mencapai Rp 5 trilyun. Ini sangat ironi, mengingat pemerintah terus menumpuk utang terutama utang obligasi (SUN) karena ketiadaan dana untuk membiayai APBN. Lebih ironi lagi ketika utang negara telah menumpuk Rp 1.462 trilyun, sebagian transaksi dari pemain domestik mendapatkan pembiayaan dari bank. Sedangkan perbankan nasional sumber permodalannya berasal dari subsidi BLBI dan obligasi rekap dengan nilai pokok Rp 650 trilyun.

Penutup

Keserakahan manusia bersatu dalam sistem ekonomi Kapitalisme sehingga sistem ini begitu zhalim, menyiksa umat manusia, dan menciptakan kesenjangan yang sangat luar biasa. Tepat penilaian Muhammad Yunus, sistem keuangan Kapitalis dengan pasar modalnya telah menjadi arena perjudian.

Kaum Muslim tidak boleh masuk ke lobang yang sama untuk kedua kalinya. Demikian kata Nabi Muhammad SAW. Krisis finansial telah terjadi berulang-ulang dan sudah pasti akan datang lagi. Kebangkrutan pasar global dan dampaknya yang sangat berbahaya terhadap umat manusia disebabkan permasalahan sistem, yakni kerusakan ekonomi Kapitalisme. Karena itu dalam kegiatan ekonomi semestinya kita harus merujuk kepada Islam bukan kepada standar Barat yang sekuler. Marilah kita gali Islam sebagai sistem kehidupan yang harus diterapkan, yakni dengan memperjuangkan tegaknya syariah dan khilafah. []


Referensi

Amin, A. Riawan (2007), Satanic Finance, cet. i, Jakarta: Celestial Publishing.

an-Nabhani , Taqiyuddin (2002), Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam (an-Nizham al-Iqtishadi fii al-Islam), cet. vii, Surabaya: Risalah Gusti.

China Daily (10/2/2008), World bourses lost $5.2 trillion in January - S&P index division

Detik Finance (11/8/2008), Bursa Saham Dunia Berjatuhan di 2008, IHSG Turun 19,61%.
Farrel, Paul B (10/3/2008). Derivatives the New ‘Ticking Bomb’, Market Wacth.

Financial Times (14/10/2008), Market Data.

Hawa, Said, al-Islam Jilid II, Jakarta: al-Itisom.

Hizbut Tahrir (1998), Sebab-Sebab Kegoncangan Pasar Modal Menurut Hukum Islam (Hazzat al-Aswaq al-Maliyah Asbabuha wa Hukm as-Syar’i fii Nazihi al-Asbab), cet. i, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.

Khan, Adnan (2008), Kapitalisme di Ujung Tanduk: Tinjauan atas Krisis Global, Krisis Minyak, Krisis Pangan dan Bagaimana Sistem Ekonomi Islam Mengatasinya (The Global Credit Crunch and The Crisis of Capitalism), cet. i, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.

OPEC, World Oil Outlook 2008.

Shihab, Quraish, Tafsir al-Misbah Volume I.
Spiegel Online (10/10/2008), Capitalism Has Degenerated into a Casino.

Skounsen, Mark (2006), Sang Maestro Teori-Teori Ekonomi Modern, cet. ii, Jakarta: Prenada Media.

Sya’rawi, Syekh Muhammad Mutawali, Tafsir Sya’rawi Jilid 4.

The Independent (10/10/2008), Panic sends Dow to its worst crash in 21 years.
Wikipedia, List of countries by GDP (nominal).

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan Tulis Komentar Di sini