Senin, 29 April 2013

Dzikrul Maut atas meninggalnya Ustadz Jefri Al-Bukhari


Ustadz kondang itu telah pergi, dan ia telah memberikan "tanda" atas kesaksiannya bahwa Allah swt Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Kaya. 99 asma Allah yang tertera dalam Al Quran telah ia genapkan dengan  aktualisasi dirinya kepada lingkungannya.

Rasulullah, saw berpesan kepada umatnya agar menyambung estafet sejarah kehidupan yang telah diperjuangkannya dengan bersabda: " Sampaikanlah apa yang kau peroleh dariku walau sebuah ayat (tanda)."

"Tanda" apakah yang dimaksudkan oleh Rasulullah,saw. Tanda bahwa Allah itu ada. Bahwa kita hadir di dunia selayaknya menjadi "tanda" kehadiran Nya.Kehadiran kita di dunia ini adalah sebagai saksi bahwa Allah itu ada, tetapi bukan saksi dengan kata-kata, bukan saksi sebagaimana ketika bibir kita mengucapkan kalimat syahadat, tetapi saksi "nyata" sesuai kondisi kita.Saksi bahwa kita adalah hamba Allah yang hanya mengabdi kepada-Nya. Setiap diri harus menemukan nama Allah yang ke-100 sebagaimana Rasulullah,saw telah menemukan dirinya dengan menjadi penggenap 99 nama Allah dengan sebutan dirinya Al- Amin.

Demikian pula dengan para sahabatnya yang juga telah menemukan peran dirinya. Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar ibn Al-Khaththab Al-Faruuq,Utsman ibn Affan Dzu Al-Nurayn, dan Ali ibn Abi Thalib al - Murtadha.

Setiap mukmin dituntut menjadi saksi bahwa Allah itu ada, maka jangan sampai kita mendengar ada orang lain mati karena sakit yang belum terobati karena tidak mampu berobat.Ada orang kelaparan sehingga harus mencuri, ada orang teraniaya sebelum tertolong.Kita berdosa, sebab setiap orang yang menderita sakit, lapar, atau teraniaya pasti ia berdoa , berharap agar ada pertolongan-Nya. Jika harapan itu sampai tidak terealisasi, bisa jadi ia berprasangka, "Tuhan ini ada apa tidak? Saya merintih, berdoa meminta pertolongan-Nya tetapi Dia tidak mengutus di antara hamba-hamba-Nya untuk datang memberikan pertolongan, menyelamatkan saya.


Mari menyimak ilustrasi kisah berikut :

Seorang murid bertanya kepada gurunya, "Guru, telah berpuluh tahun aku mengikutimu, namun kemarin kudengar seseorang berkata ada sesuatu yang masih Guru sembunyikan dari aku."
Sang guru bertanya, "Apa yang kaudengar?"
"Hamba dengar guru telah mengetahui rahasia Nama Allah yang ke-100. Katanya orang yang telah mengetahui rahasia Nama Allah yang ke-100 dia tidak akan pernah melihat kezaliman dan penderitaan di depan matanya.."
Kata sang Guru, "Baiklah, bila engkau ingin tahu rahasia Nama Allah yang ke-100 itu, nanti menjelang tengah malam pergilah engkau ke gerbang kota. Bersembunyilah engkau di semak terdekat."

Maka, menjelang tengah malam, si murid pergi ke tempat yang dimaksud.
Lama dia mengintip, dan tidak terjadi apa-apa.
Menjelang fajar, lewat seorang kakek-kakek memanggul kayu akan melalui gerbang itu.
Penjaga kota mencegatnya, dan berkata, "Hai, mau apa kau, Kek?"
"Aku akan menjual kayu ini, dan uangnya akan kupergunakan untuk membeli obat bagi istriku yang sedang sakit."
Penjaga: "Kalau kau mau lewat berdangang kemari, kau harus membayar pajak dulu 10 dirham.."
Kakek: "Bagaimana mungkin aku membayarnya, sedang kayuku pun belum terjual."
Penjaga: "Tidak bisa. Kalau kau mau nekat, kurampas kayu daganganmu ini.."
Mereka ribut untuk beberapa waktu. Si murid yang mengintip berdebar-debar menunggu keajaiban asma Allah ke-100 yang kata gurunya akan muncul. Namun sampai fajar muncul, keajaiban itu tidak kunjung tiba. Si kakek terpaksa pulang dengan tangan hampa, bahkan nyaris saja dia dihajar oleh penjaga gerbang itu.

***
Si murid yang kecewa, bergegas pulang menemui gurunya.
Guru: "Apa yang kau lihat di gerbang tadi?"
Murid pun menceritakan pengalamannya, dan mengungkapkan penyesalannya, "Ah.. andai saja Guru memberitahuku rahasia Asma Allah yang ke-100 kepadaku, tentu kejadian itu tidak akan terjadi di depanku."
Kata sang Guru: "Pantas saja kamu tidak akan pernah mengetahui rahasia Asma Allah yang ke-100 itu. Bukankah dikatakan bahwa orang telah mengetahui Nama Allah yang ke-100  tidak akan pernah melihat kezaliman dan penderitaan di depan matanya. Kau melihat kezaliman di depan matamu, dan kau membiarkannya saja. Seharusnya bantu kakek itu, hingga kezaliman yang menimpanya tidak terjadi. Bila itu yang terjadi, berarti kau telah memecahkan rahasia Asma Allah yang ke-100 itu.

Asma Allah yang ke-100 adalah perwujudan dari sifat rahman dan rahim-nya di dunia ini, hingga siapa pun yang bersegera membantu orang-orang yang tertindas dan berjuang melawan kezaliman adalah orang-orang yang mengetahui rahasia Asma yang ke-100 ini."
"Ketahuilah, kakek-kakek itu aku yang menyamar. Dan sayang sekali, kau gagal mendidik dirimu sendiri, hingga rahasia itu tidak berhasil kau pecahkan..."

Ada juga kisah seorang sufi berikut :

Seorang sufi protes kepada Tuhan, setelah mengalami kejadian berikut : Berawal ketika sang sufi melewati sebuah pinggiran hutan, dia terkejut ketika ia berjumpa dengan seorang kakek tua yang buta bersama seorang anak kecil. Kakek tua itu di bawah sebuah pohon sembari menadahkan tangannya, sebagai tanda bahwa ia minta dikasihani. Sang sufi berpikir kakek tua itu tidak tahu bahwa ia berada di hutan dan tidak ada seorang pun yang lewat di depannya., sedangkan anak kecil itu meski tidak buta tapi ia belum mengerti bahwa  si kakek adalah sorang peminta-minta.

Sang sufi protes kepada Tuhan, "Ya Tuhan, mengapa ada hamba-Mu dalam kondisi seperti ini tidak Engkau berikan petunjuk? Jawab Tuhan : " Aku sudah menciptakanmu maka engkaulah yang semestinya memberi petunjuk !".

******
Ya, Tuhan telah menciptakan makhluk-Nya yang "melek" untuk yang "buta", Tuhan telah menciptakan makhluk-Nya yang pintar untuk yang bodoh, menolongnya. Tuhan telah menciptakan makluk-Nya yang kaya untuk yang miskin, Tuhan telah menciptakan makluk-Nya yang kuat untuk yang lemah.

Itulah manajerial Tuhan, dan hamba yang telah "menjadi perantara" kehendak Tuhan maka ia telah "syahid" sebab ia telah sanggup merealisasikan "syahadat"nya. hamba tersebut telah menjadi "tanda" bahwa Allah itu ada.

Tidak boleh seseorang menunggu orang lain, karena orang lain akan menyempurnakannya dengan jalan yang berbeda dan menurut kemampuannya sendiri.Diri ini merasa belum genap, masih ada ganjalan, masih ada yang kurang, jika belum terlibat dalam estafet ilahiah ini, karena belum sanggup menjadi "saksi/tanda" bahwa Allah itu ada.

Setiap mukmin harus menghilangkan rasa duka, rasa sepi (sendiri) atau takut mati dengan jalan melibatkan diri dalam estafet ilahiah ini. Menggenapkan 99 asma Allah yang telah diberikan dalam Al-Qur'an melalui dirinya untuk makluk-Nya.

Jika ia tidak melibatkan diri, maka menandakan bahwa ia vacuum (absen), hadir di dunia ini tapi tidak memberi tanda kehadiran. Tidak ikut mengurus alam semesta dan seluruh isinya, sebagai rahmatan lil'alamin.

Ketika kita sudah terlibat secara ikhlas, lillaahi ta'alaa dalam estafet ilahiah ini, maka tiada lagi resah, sedih, khawatir terhadap apapun yang terjadi saat ini dan masa mendatang. seperti yang tertera dalam Al-Ahqaf 13

"sesungguhnya orang-orang yang berkata, "Tuhanku adalah Allah, kemudian mereka tetap beristiqamah , tidak ada rasa khawatir dan tiada (pula) bersedih hati. (Q.S Al-Ahqaf 13)

Sesungguhnya orang yang sudah seperti itu adalah hakikatnya sudah mendapatkan surga, ia masih hidup di dunia tapi mendapati suasana surga Dia sudah menjadi sebuah "kitab" yang tidak bisa dibakar. Dia tidak bisa dibunuh, karena sesungguhnya ia bukan lagi hanya satu orang, tetapi sebuah "umat" itu sendiri.ummatan qanitan lillaah

melengkapi tentang "penggenapan 99 asma  Allah, maka kami paparkan ilustrasi kisah berikut:

Seorang guru mendapatkan telepon dari seorang muridnya di Amerika. "Guru semalam saya bermimpi berjumpa dengan Khidhir, belia memberikan kepadaku nama baru, Abdillah. Apa maksudnya guru, sedangkan saya seorang perempuan.

Bagaimana kamu bisa bermimpi sehebat  itu? pakah kamu telah mengamalkan sesuatu? Sang murid menjawab, " saya cuma mengamalkan wirid yang guru ajarkan. saya tidak banyak membaca wirid.
sang guru bertanya lagi, Oh bukan itu. wirid yang kita ucapkan hanya sebuah cara bagaimana menggarap diri kita. maksud saya, apakah engkau telah beramal baik kepada seseorang?

Sejenak sang murid mengingat-ingat dan kemudian berkata, kalau itu yang guru maksudkan. Memang benar, saya sudah meminjamkan sejumlah uang kepada seorang teman sesama dari Indonesia, yang terancam terusir dari apartemennya karena masa kontraknya sudah habis  dan ia belum memiliki uang untuk memperpanjangnya. Padahal saya sendiri masih sangat membutuhkan uang itu, suami saya sakit. entah mengapa saya tidak kuasa menahan uang itu, dan saya serahkan uang itu kepadanya. Padahal saya tahu bahwa ia telah beberapa kali meminjam uang kepada kami dan tidak mengembalikannya. Bahkan tidak hanya itu, ia sering memfitnah saya. Namu begitulah saat ia membutuhkan bantuan saya lagi, saya pun tidak tega melihatnya. Dalam hati saya waktu itu berharap: semoga kali ini ia mampu mengembalikannya, tetapi  misalnya sampai terjadi ia tidak mampu, saya pun insyaAllah akan mengikhlaskannya.

Sang guru akhirnya memahami, bahwa amal baik muridnya telah sampai dan diterima Allah, dan Dia mengutus Khidhir melalui mimpi dan memberi gelar "Abdillah" , yaitu orang orang yang mengabdi kepada Allah.

Demikianlah. syahadat  yang berawal dari kesaksian kata - kata harus dibuktikan secara nyata bahwa Allah adalah sesembahan-ku dan segala potensi yang diberikan-Nya padaku akan kuberikan jika diminta.

Orang seperti ini telah menjadi "syuhada" meskipun ia tidak maju ke medan perang. dan kita juga harus sudah berada di sana . Medan kita adalah orang-orang yang berada di bawah garis kondisi kita, kepandaiannya, kekayaannya, kekuatan fisiknya, keluasan persepsinya terhadap kenyataan, merekalah "sajadah" kita. Oleh karena itu sifat air itu senantiasa mengalir ke bawah, menghidupi tanaman, air menjadi lambang orang-orang yang beriman, rahmatan lil 'alamin (QS Al Huud : 7)

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan Tulis Komentar Di sini